REFORMASI
1.
Munculnya Gerakan Reformasi
Reformasi merupakan
suatu perubahan tatanan perikehidupan lama dengan tatanan perikehidupan baru
dan secara hukum menuju ke arah perbaikan. Gerakan reformasi yang terjadi di
Indonesia pada tahun 1998 merupakan suatu gerakan untuk mengadakan pembaharuan
dan perubahan, terutama perbaikan di bidang politik, sosial, ekonomi, dan
hukum.
Masalah yang sangat
mendesak adalah upaya untuk mengatasi kesulitan masyarakat banyak tentang
masalah kebutuhan kebutuhan pokok (sembako) dengan harga yang terjangkau oleh
rakyat. Pada waktu itu, harga kebutuhan pokok rakyat sempat melejit tinggi,
bahkan warga masyarakat harus antri untuk membelinya.
Sementara itu,
melihat situasi politik dan kondisi ekonomi Indonesia yang semakin tidak
terkendali, rakyat Indonesia menjadi semakin kritis dan menyatakan bahwa
pemerintah Orde Baru tidak berhasil menciptakan kehidupan masyarakat yang adil,
makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itu,
munculnya gerakan reformasi bertujuan untuk memperbaharui tatanan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Beberapa agenda reformasi yang
disuarakan para mahasiswa antara lain sebagai berikut :
·
Adili
Soeharto dan kroni-kroninya.
·
Amandemen
UUD 1945.
·
Penghapusan
Dwifungsi ABRI.
·
Otonomi
daerah yang seluas-luasnya.
·
Supremasi
hukum.
·
Pemerintahan
yang bersih KKN.
2.
Kronologi Reformasi
Pada awal bulan
Maret 1998 melalui Sidang Umum MPR, Soeharto terpilih menjadi Presiden Republik
Indonesia, dan melaksanakan pelantikan Kabinet Pembangunan VII. Namun, kondisi
bangsa dan negara pada saat itu semakin tidak kunjung membaik. Perekonomian
mengalami kemerosotan dan masalah sosial semakin menumpuk. Kondisi dan situasi
seperti ini mengundang keprihatinan rakyat.
Memasuki bulan Mei
1998, para mahasiswa dari berbagai daerah mulai bergerak menggelar demonstrasi
dan aksi keprihatinan yang menuntut turunnya harga sembako, penghapusan
korupsi-kolusi-nepotisme (KKN) dan turunnya Soeharto dari kursi
kepresidenannya. Semakin bertambah banyak aksi para mahasiswa tersebut
menyebabkan para aparat keamanan tampak kewalahan dan akhirnya mereka harus
bertindak tegas. Bentrokan antara mahasiswa yang menuntut reformasi dengan
aparat keamanan tidak dapat dihindarkan.
Pada tanggal 12 Mei
1998 dalam aksi unjuk rasa mahasiswa Universitas Trisakti terjadi bentrokan
dengan aparat keamanan yang menyebabkan empat mahasiswa tertembak hingga tewas,
serta puluhan mahasiswa lainnya mengalami luka-luka. Kematian empat mahasiswa
tersebut mengobarkan semangat para mahasiswa untuk menggelar demonstrasi secara
besar-besaran.
Pada tanggal 13 dan
14 Mei 1998, di Jakarta dan sekitarnya terjadi kerusuhan massal dan penjarahan
yang mengakibatkan lumpuhnya kegiatan masyarakat. Dalam kerusuhan 13 dan 14 Mei
1998 tersebut sejumlah pertokoan menjadi sasaran amuk massa bahkan sampai
kepada tingkat pembakaran toko-toko yang menelan korban jiwa. Dalam peristiwa
tersebut puluhan toko hancur dibakar massa dan isinya dijarah massa serta
ratusan orang mati terbakar.
Pada tanggal 19 Mei
1998 puluhan ribu mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta dan
sekitarnya berhasil menduduki gedung DPR/MPR. Pada tanggal itu pula di
Yogyakarta terjadi peristiwa bersejarah. Kurang lebih satu juta umat manusia
berkumpul di alun-alun utara keraton Yogyakarta menghadiri pisowanan ageng untuk mendengarkan maklumat dari Sri Sultan
Hamengku Buwono X dan Sri Paku Alam VII. Inti dari isi maklumat itu adalah
menganjurkan kepada seluruh masyarakat untuk menggalang persatuan dan kesatuan
bangsa.
Pada tanggal 20 Mei
1998, Presiden Soeharto mengundang tokoh-tokoh bangsa Indonesia untuk dimintai
pertimbangannya dalam rangka membentuk Dewan Reformasi yang akan diketuai oleh
Presiden Soeharto, namun mengalami kegagalan. Pada tanggal itu pula, Gedung
DPR/MPR semakin penuh sesak mahasiswa dengan tuntutan tetap yaitu reformasi dan
turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan.
Pada tanggal 21 Mei
1998, pukul 10.00 WIB di Istana Negara, Presiden Soeharto meletakkan jabatannya
sebagai presiden di hadapan ketua dan beberapa anggota dari Mahkamah Agung.
Pada tanggal itu pula, dan berdasarkan Pasal 8 UUD 1945, presiden menunjuk
Wakil Presiden B.J. Habibie untuk menggantikannya menjadi presiden, serta
pelantikannya dilakukan didepan Ketua Mahkamah Agung dan para anggotanya. Maka
sejak saat itu, Presiden Republik Indonesia dijabat oleh B.J. Habibie sebagai
presiden Indonesia yang ke-3.